| Assalāmu‘alaikum wa raḥmatullāhi wa barakātuh |

Jumat, 30 Mei 2014

aspek hukum dalam ekonomi BAB 14

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
I.      PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Saat membicarakan hukum dan institusi negara yang melaksanakan hukum, maka kita kerap mengaitkannya dengan wacana tentang “keadilan formal” (formal justice) yang dijalankan dan dihasilkan oleh hukum maupun proses hukum yang juga formal. Mengapa dikatakan “formal”, mengingat proses hukum yang dilaksanakan oleh institusi negara di bidang hukum itu didasarkan pada hukum yang tertulis dan terkodifikasikan, dilakukan oleh aparat resmi negara yang diberi kewenangan, serta membutuhkan proses beracara yang juga standar dan mengabadi.
Bila dikaitkan dengan cita-cita mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna membentuk Negara Hukum (recht staat), dan bukan Negara Kekuasaan (macht staat), maka salahsatu indikator capaiannya adalah terbentuknya kondisi dan kemampuan warga negara atau masyarakat untuk patuh hukum (citizen who abides the law), atau bahkan masyarakat yang patuh hukum (law abiding citizen). Dalam situasi tersebut, proses penegakan hukum tidak seyogyanya sepenuhnya atau selamanya dilakukan dengan mempergunakan metode keadilan formal, yang salahsatunya berupa tindakan kepolisian represif dan dilanjutkan dengan proses hukum litigatif (law enforcement process). Sebagaimana disadari, tindakan formal litigatif tersebut banyak bergantung pada upaya paksa dan kewenangan petugas hukum yang melakukannya. Selanjutnya, kalaupun muncul suatu hasil, maka umumnya akan berakhir dengan situasi “kalah-kalah” (lost-lost) atau “menang-kalah” (win-lost)
Memang, tidak terlalu tepat untuk mengatakan yang sebaliknya, bahwa dalam suatu negara kekuasaan atau macht staat tadi, yang cenderung dilakukan adalah proses penegakan hukum formal via litigasi. Dalam kenyataannya, di negara-negara seperti itu, kalaupun dilakukan suatu proses penegakan hukum terhadap suatu perbuatan melanggar hukum, yang sering terjadi adalah suatu formalitas hukum atau bahkan pengenyampingan hukum sama sekali.  Adalah kooptasi besar-besaran pada elemen-elemen negara bidang hukum itulah (contoh terjelas adalah terhadap peradilan), sehingga mampu menghasilkan putusan yang tidak hanya bias dan diskriminatif tetapi justru malah tidak adil.
Dalam konteks kehadiran masyarakat yang mau untuk patuh pada hukum ataupun yang telah patuh hukum dalam suatu negara kesatuan tersebut, maka semangat yang muncul dewasa ini adalah juga semangat pengenyampingan untuk tidak mempergunakan proses penegakan hukum via litigasi tersebut. Namun bedanya adalah, dalam konteks ini, pengenyampingan dilakukan guna mencapai suatu situasi “menang-menang” (win-win) antara pihak-pihak terkait, yang diperkirakan juga akan lebih menyembuhkan (healing) terkait para pihak yang terlibat (khususnya korban), serta lebih resolutif (sebagai suatu kata bentukan “re-solusi” yang dapat diartikan sebagai “tercapainya kembali solusi yang sebelumnya tidak lagi diperoleh”). Minimal, pengakhiran konflik atau sengketa bisa dilakukan tanpa ada pihak yang kehilangan muka atau elegant solution.
Alternatif terkait pengenyampingan tersebut adalah, bahwa diperkirakan akan lebih tepat apabila dalam kondisi, alasan  dan atau perbuatan tertentu, bisa dilakukan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif atau alternative dispute resolutions (selanjutnya disebut dengan ADR).
B.     TUJUAN PENULISAN
Pembaca dapat memahami dan dan dapat menjelaskan Sengketa yang mungkin timbul dalam bidang ekonomi di sertai cara penyelesaian sengketa melalui negosiasi, mediasi, arbitrase, dan ligitasi.
C.     RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Sengketa
B.     Cara-cara Penyelesesaian  Sengketa
C.     Negosiasi
D.    Mediasi
E.     Arbitrase
F.      Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

I.                   PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN SENGKETA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Menurut Ali Achmad
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
  1. CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang tidak diinginkan seperti, perang, atau kekerasan. Berikut adalah cara-cara penyelesaian sengketa:

  1. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi. Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu
Dalam advokasi terdapat dua bentuk, yaitu formal dan informal. Bentuk formalnya,negosiasi sedangkan bentuk informalnya disebut lobi. Proses lobi tidak terikat oleh waktu dan tempat, serta dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang sedangkan negosiasi tidak, negosiasi terikat oleh waktu dan tempat

  1. MEDIASI
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.

Mediasi Menurut Priatna Abdurrasyid
Suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.

Jenis Mediasi
3 jenis mediasi menurut filsuf skolastik :
·                 Medium quod
Yaitu sesuatu yang sendiri diketahui dan dalam mengetahui sesuatu itu, sesuatu yang lain yang diketahui. Contoh yang biasa diberikan untuk mediasi ini adalah premis-premis dalam silogisme. Pengetahuan tentang premis-premis membawa kita kepada pengetahuan tentang kesimpulan. Contoh lain : lampu merah lampu lalu lintas berwarna merah harus berhenti harus berhenti, jadi kendaraan harus berhenti.
·                 Medium quo
Yaitu sesuatu yang sendiri tidak disadari tetapi melaluinya sesuatu yang lain bisa diketahui. Contohnya : lensa kacamata yang kita pakai, kita melihat benda-benda di sekitar kita tapi kacamata itu sendiri tidak secara langsung kita sadari.
·                 Medium in quo
Sesuatu yang tidak disadari secara langsung dan yang di dalamnya diketahui sesuatu yang lain. Contohnya : kaca spion di mobil, supir mobil melihat kendaran di belakang dan hal-hal lain di sekitarnya dalam kaca spion sendiri tidak secara langsung ia sadari.

  1. ARBITRASE
Pengertian
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”

Objek Arbitrase
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.

Hal-hal Prinsip dalam Arbitrase
1. Penyelesaian sengketa dilakukan diluar peradilan

2. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan harus berdasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.

3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.

4. Para pihak menunjuk arbiter/wasit di luar pejabat peradilan seperti hakim, jaksa, panitera tidak dapat diangkat sebagai arbiter.

5. Pemeriksaan sengketa dilaksanakan secara tertutup. Pihak yang bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.

6. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional.

7. Arbiter/majelis arbiter mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.

8. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari sejak pemeriksaan ditutup Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat.

9. Putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter kepada panitera pengadilan Negeri, dan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PN, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Klausula Arbitrase
Dalam Pasal 1 angka 3 UU nomor 30/1999 ditegaskan bahwa “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian sutau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

Jenis Arbitrase
1. Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Volunteer)
Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
2. Arbitrase Institusional
Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, contohnya di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) sedangkan lembaga arbitrase internasional misalnya The International Center of Settlement of investment Disputes (ICSID).

  1. PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE, DAN LIGITASI
Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, sedangkan non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sedangkan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

II.                PENUTUP
Sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain. Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar