Bab 2
Perilaku Etika dalam Bisnis
1.
Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Banyak
perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha dikarenakan kurang jujur terhadap
konsumen dan tidak menjaga atau memelihara kepercayaan yang telah diberikan
oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer sangat penting dalam mengambil
keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam bisnis yang
nampak pada ilustrasi berikut :
a)
Lingkungan Bisnis
Seringkali
para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang menekannya, seperti
misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos, peningkatan
efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga harus
bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga
barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus
dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap
meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil
keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
b)
Organisasi
Secara umum,
anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya
(proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus tetap
berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
c)
Individu
Seseorang
yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama akan
berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat
dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam
bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil
pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi
memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode
etik diperlukan untuk hal seperti berikut :
· Untuk
menjaga keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan
kebijakan dalam pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial
ekonomi dipihak lain.
· Untuk
menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
· Untuk
mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan
pemerintah.
· Untuk
menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi perusahaan/investor
serta bagi para karyawan.
· Untuk dapat
mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.
2.
Saling Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis
yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination.
Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam
berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau
karyawan.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan
pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha
melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti
hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess
demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan
tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat
ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan,
pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah
etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai
etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika
pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga
memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika
pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
A.
Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak
dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara
baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya
saja :
a. Kemasan yang
berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
b. Bungkus atau
kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga
produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat
yang terdapat didalam produk itu.
c. Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang
ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau
mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.
B.
Hubungan dengan karyawan
Manajer yang
pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus
berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan
karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi
atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau
pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja
haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang
telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan
tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota
keluarga sendiri.
C.
Hubungan antar bisnis
Hubungan ini
merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal
ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang
hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya.
Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang
baik.
D.
Hubungan dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan
para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini
perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang
mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha
yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak
lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam
bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh
perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin
membeli saham haruslah diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap
prospek perusahan yang go public tersebut.
Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi
terhadap hal ini.
E.
Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang
berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial tersebut
haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan
kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika
pergaulan bisnis yang tidak baik.
3.
Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku bisnis
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
“uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam
keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung
jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah:
a) Pengendalian diri. Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan
pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
b) Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility). Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
c) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambingoleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti
perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak
kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
d) Menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
e) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
f) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap
seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan
korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis
ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
g) Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
“katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang
salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang terkait.
h) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
i) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang
telah disepakati bersama
j) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
4.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Diakui bahwa
sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari
sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan
bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau
takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara
etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan
dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana
etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif.
Etika bisnis
mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya, menurut Richard
De George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan business
ethics.
Di amerika
serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat oleh situasi demoralisasi
baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan ekonomi. Pada saat ini juga
timbul anti konsumerisme. Dengan situasi dan kondisi seperti ini, dunia
pendidikan memberikan respon dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya
adalah memberikan perhatian khusus kepada sosial issue dalam kuliah manajemen.
Masa
lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis
pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas
krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka
bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan
tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai
merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European
Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi
dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional da nternasional.
Masa etika
bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi
fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti
bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa
Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika
bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di
india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang
didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta
tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada
program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu
bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang
etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia
(LSPEU Indonesia) di jakarta.
5.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang
profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap
dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat
pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan
keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral)
yang mendalam.Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang
etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika
profesi itu sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial.
Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini
profesi akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain
(publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan
haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Contoh kasus:
Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com -
Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49),
diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda
tangan mereka di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam
dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang
ada di blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah,"
ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang Sutarna.
Malinda antara lain
memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan
sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan
nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010.
Pemalsuan juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT
Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis
kolom pesan, "Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada
formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi
Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan
ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda
tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan
formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN
61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan
pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama
Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar
pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu
atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir
Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601.
Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT
Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700
juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp
500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernama Vigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan
keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T
Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik
Bareskrim Polri," jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan
ini sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.
refrensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar