Bab
3
ETHICAL GOVERNANCE
Dominasi
kapitalisme sangat kental ditemukan dalam polagovernance korporasi di awal
abad ke 19. Pertumbuhan secara perlahan dari serikat pekerja selama paruh
pertama abad ini mulai mengimbangi dominasi perusahaan yang sebelumnya mampu menekan
tingkat upah dalam upaya memenangkan persaingan bisnis.Mulai paruh abad ke-19
kekuatan serikat pekerja semakin besar danbertumbuh sedemikian rupa. Fenomena
ini menambah kompleksitas Governance pada masa itu dan hal ini
ditandai dengan munculnya hubungan(axis) antara para pemegang saham
dengan Board of Director sebagai suatu bentuk respons atas
meningkatnya kekuatan serikat pekerja. Pada era tahun 1970-an, kekuatan
yang mempengaruhigovernance dalam organisasi khususnya korporasi, menjadi
semakin kuat. Sebagian besarwaktu manajer pada masa ini dihabiskan untuk
melakukan negosiasi dengan serikat pekerja. Pada periode ini pula
perkembangan governance pada unit bisnis ditandai dengan
berkembangnya era consumerism. Hal ini diindikasikan
dengan semakin meningkatnya persaingan antar sesama korporasi melalui
peningkatan kekuatan konsumen sebagai salah satu stakeholders dari
sebuah korporasi. Perkembangan ini membawa pengaruh signifikan terhadap iklim
pengelolaan korporasi yang ditandai dengan munculnya berbagai tantangan baru
bagiperkembangan corporate governance.
1.
Governance
System
Governance
System merupakan sebuah tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan.
Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System yang tidak dapat
terpisahkan yaitu :
·
Commitment on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk
menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan
prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
·
Governance Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut
persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Governance Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas,
wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan
operasional perbankan.
·
Governance Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik
dari aspek hasil kinerja maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk
mencapai hasil pekerjaan
2.
Budaya
Etika
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat
istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari
lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari
tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
Corporate
culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu
manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut
mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu
manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang
dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai
yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan,
serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat,
dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Jika dikaji secara lebih mendalam,
menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter budaya perusahaan yang baik :
1. Pride of
the organization
2. Orientation
towards (top) achievements
3. Teamwork
and communication
4. Supervision
and leadership
5. Profit
orientation and cost awareness
6. Employee
relationships
7. Client
and consumer relations
8. Honesty
and safety
9. Education and
development
10. Innovation
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban
perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara
maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk
bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan
merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan
atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar
supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance"
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
4.
Kode
Perilaku Korporasi
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau
etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
Good
Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu
sebagai berikut :
·
Code of Corporate Governance (Pedoman
Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun
stakeholder lainnya.
·
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis),
pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan
dengan Karyawannya.
·
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan
Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat
Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional
Best Practice.
·
Sistim Manajemen Risiko, mencakup
Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·
An Auditing Committee Contract –
arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along
with its Scope of Work.
·
Piagam Komite Audit, mengatur tentang
Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
5.
Evaluasi
Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam
setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan
apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut
ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi, yaitu :
·
Pelaporan pelanggaran Kode Perilaku
Korporasi
·
Sanksi atas pelanggaran Kode Perilaku
Korporasi
Disamping
itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit
Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang
diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self
Assesment.
Contoh kasus :
Kasus
Bernard Madoff, yang mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan
diri dan mengaku bahwa telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara
dengan Rp550 trilyun, yang menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah.
Skema penipuan yang dilakukan Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana
ia menjanjikan return tertentu bagi investornya. Padahal kenyataannya,
investasinya tidak menguntungkan, dan serupa dengan sistem money game atau gali
lubang tutup lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak
yang menjadi korban Madoff tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi
finansial seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang
terpaksa menelan kerugian miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa
terjadi? Hal ini terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi
seseorang (Madoff) menjadikan banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko
terhadap investasinya.
Kemudian
Satyam, yang dijuluki dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni
melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan
pendapatan yang jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian
besar fiktif, serta pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan
contoh absennya good corporate governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan
regulator.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar