| Assalāmu‘alaikum wa raḥmatullāhi wa barakātuh |

Rabu, 11 November 2015

PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI

Bab 4
PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan denganberkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
1.      Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
 akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non. Atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsipGood Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Meliputi prinsip kewajaran(fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility).
2.      Ekspektasi Publik
Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini dibandingkan dengan orang awam. Selain itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan.
3.      Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
Nilai-nilai etika terdiri dari :
·         Integritas   :  setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran, dan konsisten
·         Kerjasama  :  mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
·         Inovasi       :  pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.              
·         Simplisitas  : pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip- akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut. Teknik akuntansi sektor publik terdiri atas:
1. budgetary accounting
2. commitment accounting
3. fund accounting
4. cash accounting
5. accrual accounting
4.      Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan publik
Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapakn penilaian yang bebas. Tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat yaitu :
·         Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
·         Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur.
·         Jasa Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
·         Jasa Nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang didalamnya tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringakasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Contoh kasus :

Kasus Etika Profesi Akuntansi 4 | Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut berupa kotak suara, amplop suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah penyempurnaan laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan lebih baik dari laporan sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan kembali satu (1) bulan setelahnya.
Penangkapan Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan pendapat Salman tak sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang dilakukan itu melanggar kode etik.Setelah satu bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan tambahan waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan Mulyana W Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba merangkap usaha penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam gambar pada 2 kali pertemuan.

Sumber :


ETHICAL GOVERNANCE

Bab 3
ETHICAL GOVERNANCE
Dominasi kapitalisme sangat kental ditemukan dalam polagovernance korporasi di awal abad ke 19. Pertumbuhan secara perlahan dari serikat pekerja selama paruh pertama abad ini mulai mengimbangi dominasi perusahaan yang sebelumnya mampu menekan tingkat upah dalam upaya memenangkan persaingan bisnis.Mulai paruh abad ke-19 kekuatan serikat pekerja semakin besar danbertumbuh sedemikian rupa. Fenomena ini menambah kompleksitas Governance pada masa itu dan hal ini ditandai dengan munculnya hubungan(axis) antara para pemegang saham dengan Board of Director  sebagai suatu bentuk respons atas meningkatnya kekuatan serikat pekerja. Pada era tahun 1970-an, kekuatan yang mempengaruhigovernance dalam organisasi khususnya korporasi, menjadi semakin kuat. Sebagian besarwaktu manajer pada masa ini dihabiskan untuk melakukan negosiasi dengan serikat pekerja. Pada periode ini pula perkembangan governance pada unit bisnis ditandai dengan berkembangnya era consumerism. Hal  ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya persaingan antar sesama korporasi melalui peningkatan kekuatan konsumen sebagai salah satu stakeholders dari sebuah korporasi. Perkembangan ini membawa pengaruh signifikan terhadap iklim pengelolaan korporasi yang ditandai dengan munculnya berbagai tantangan baru bagiperkembangan corporate  governance.

1.      Governance System
Governance System merupakan sebuah tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan. Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
·         Commitment on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
·         Governance Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·         Governance Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
·         Governance Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan
2.      Budaya Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Jika dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter budaya perusahaan yang baik :
1. Pride of the organization
2. Orientation towards (top) achievements
3. Teamwork and communication
4. Supervision and leadership
5. Profit orientation and cost awareness
6. Employee relationships
7. Client and consumer relations
8. Honesty and safety
9. Education and development
10. Innovation

3.      Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance" yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
4.      Kode Perilaku Korporasi
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
·         Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·         Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·         Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
·         Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·         An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
·         Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

5.      Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
·         Pelaporan pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
·         Sanksi atas pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment. 

Contoh kasus :
Kasus Bernard Madoff, yang mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak yang menjadi korban Madoff tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff) menjadikan banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good corporate governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.

Sumber :

Perilaku Etika dalam Bisnis

Bab 2
Perilaku Etika dalam Bisnis

1.       Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Banyak  perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha dikarenakan kurang jujur terhadap konsumen dan tidak menjaga atau memelihara kepercayaan yang telah diberikan oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer sangat penting dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam bisnis yang nampak pada ilustrasi berikut :
a)         Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkos-ongkos, peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
b)        Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
c)         Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan sesama akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaan.
Kode etik  diperlukan untuk hal seperti berikut :
·      Untuk menjaga keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen strategis dan kebijakan dalam pengembangan usaha di satu pabrik dengan pengembangan sosial ekonomi dipihak lain.
·      Untuk menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan yang sehat.
·      Untuk mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan pemerintah.
·      Untuk menciptakan keterangan, kenyamanan dan keamanan batin bagi perusahaan/investor serta bagi para karyawan.
·      Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan nasional di dunia perdagangan internasional.

2.       Saling Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dan lain sebagainya.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan  itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :
A.       Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a.    Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
b.    Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam produk itu.
c.    Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek  (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.


B.       Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
C.       Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.
D.       Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
E.       Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan. Laporan finansial tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.

3.       Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
a)  Pengendalian diri. Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
b)  Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
c)   Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambingoleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
d)  Menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
e)   Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f)    Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
g)  Mampu menyatakan yang benar itu benar  Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
h)  Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
i)    Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
j)    Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

4.       Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif.
Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di amrika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahaminya, menurut Richard De George, pertama-tama perlu membedakan antara ethics in business dan business ethics.
Di amerika serikat dan dunia barat pada umumnya ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas penolakan terhadap establishment yang diperkuat oleh situasi demoralisasi baik dalam bidang polotik, sosial, lingkungan dan ekonomi. Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Dengan situasi dan kondisi seperti ini, dunia pendidikan memberikan respon dengan cara yang berbeda-beda, salah satunya adalah memberikan perhatian khusus kepada sosial issue dalam kuliah manajemen.
Masa lahirnya etika bisnis terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an. Pertama sejumlah filosof mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah sekitar bisnis dan etika bisnis sebagai suatu tanggapan atas krisis moral yang sedang melputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kedua terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Masa eika bisnis melus ke Eropa, etika bisnis mulai merambah dan berkembang setelah sepuluh tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional da nternasional.
Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.

5.        Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.Untuk menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.

Contoh kasus:
Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang Sutarna.
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernama Vigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.


refrensi: